Tuesday, 20 October 2020

Teknik Sampling Limbah Cair Menurut SNI 6989.59:2008

Air merupakan kebutuhan bagi masyarakat.Air digunakan untuk berbagai kebutuhan, salah satunya untuk konsumsi.Untuk memastikan air yang digunakan aman bagi manusia maka perlu dilakukan pengujian kualitas air.
Sebelum dilakukan pengujian kualitas air, perlu dilakukan pengambilan sampel limbah cair terlebih dahulu dengan teknik sampling. Teknik sampling limbah cair dilakukan untuk mengambil sampel air guna keperluan pengujian sifat fisika dan kimia air limbah. Pengujian kualitas air dengan teknik sampling ini merupakan salah satu cara untuk mengetahui seberapa besar pencemaran yang terjadi di suatu lingkungan terutama perairan sehingga dapat dilakukan pencegahan, pengurangan, dan penanganan pencemaran.
Sebagai patokan dalam pengambilan contoh air limbah,maka pemerintah membuat pedoman pengambilan contoh air limbah yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 1988 tentang Baku Mutu Air dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 37 Tahun 2003 tentang Metoda Analisis Kualitas Air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air Permukaan, maka dibuatlah Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Air dan air limbah – Bagian 59: Metode pengambilan contoh air limbah.
Menurut SNI 6989.59:2008 metode pengambilan contoh air limbah dimulai dari alat pengambilan sampel, lokasi dan titik pengambilan sampel, serta waktu pengujian yang telah dirangkum dalam tiga peta konsep dibawah ini :

1. Alat Pengambilan Sampel


2. Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel


3. Waktu Pengujian



Wednesday, 7 October 2020

TUGAS 2 KIMIA LINGKUNGAN REVIEW PAPER AIR LIMBAH


IDENTITAS PAPER


Judul : Teknologi Pengolahan Limbah Cair Batik dengan IPAL BBKB sebagai Salah Satu Alternatif Percontohan bagi Industri Batik

Penulis : Lilin Indrayanti

Tahun : 2019


Teknologi Pengolahan Limbah Cair Batik dengan IPAL BBKB Sebagai Salah Satu Alternatif Percontohan bagi Industri Batik

A. Latar Belakang
Latar belakang dari jurnal ini adalah meningkatnya minat masyarakat dan perkembangan mode batik, menyebabkan batik diproduksi hingga skala besar (industri). Produksi skala besar ini menjadi salah satu dampak negatif adanya limbah batik khususnya limbah cair yang berasal dari proses pewarnaan, pencucian dan pelepasan malam (pelorodan). Apabila limbah dibuang di lingkungan tanpa adanya proses pengolahan limbah terlebih dahulu, maka dapat mencemari lingkungan karena adanya zat-zat pencemar yang kadarnya melebihi baku mutu. Balai Besar Kerajinan dan Batik ( BBKB) menyediakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang berfungsi untuk mengolah limbah batik dari hasil kegiatan pelatihan dan penelitian. Berdasarkan data BBKB, kegiatan produksi batik dilakukan pada kegiatan pelatihan dan penelitian selama tahun 2016 menghasilkan sekitar 500 m2 kain batik. Menurut Clean Batik Initiative (CBI) tahun 2013, penggunaan air dalam proses produksi batik diperkirakan rata-rata 50 liter per m2 kain batik. Maka dapat disimpulkan bahwa produksi limbah cair yang dihasilkan oleh BBKB kurang lebih sekitar 25.000 liter per tahun. Oleh karena itu, diperkenalkan suatu sistem pengolahan limbah batik sebagai solusi masalah pengolahan limbah bagi IKM batik untuk mengolah limbah sebelum dibuang. Pengolahan pada IPAL BBKB menggunakan kombinasi proses fisika, kimia dan biologi. Dengan proses-proses tersebut, diharapkan dapat menurunkan kadar pencemar pada limbah cair sehingga memenuhi baku mutu.

B. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan data pengoperasian IPAL Batik berupa limbah cair dari Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB). Data diambil setiap triwulan dalam kurun waktu 1 tahun selama 2018. Alat-alat yang digunakan dalam proses penelitian yaitu pH meter, wadah penampung limbah cair batik, label dan alat tulis. Pengujian sampel dilakukan di laboratorium lingkungan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL), Kementerian Kesehatan, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan standar Peraturan Daerah DIY Nomor 7 Tahun 2016 tentang baku mutu air limbah bagi industri batik.

Parameter yang digunakan dalam pengujian sampel yaitu parameter pH dan suhu, BOD (Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxsigen Demand), TSS (Total Suspended Solid), TDS (Total Dissolved Solid), phenol dan krom total, amonia total (NH3-N),  sulfida (S), serta parameter minyak dan lemak.Selanjutnya hasil pengujian sampel dilakukan perhitungan mengenai efektifitas tiap tahapan pengolahan limbah batik yaitu dengan rumusan :

 E= ((C1-C0)/C1 X 100%

Dimana :

E = Efesiensi pengolahan

C1 = Konsentrasi setelah pengolahan

C0 = Konsentrasi sebelum pengolahan


C. Pengolahan Limbah Cair

Pengolahan limbah cair dari industri batik di BBKB yaitu menggunakan pengolahan fisika (sedimentasi), kimia (koagulasi dan flokulasi), dan biologi (penguraian dengan bakteri anaerob), dilanjutkan dengan pengolahan fisika-kimia dengan adsorbsi arang. Sistem pengolahannya yaitu :


  • Penangkap limbah lilin batik

Merupakan bak penampung lilin batik dimana limbah yang mengapung dan mengendap diolah kembali menjadi lilin. Selain itu bak ini juga berfungsi untuk menangkap padatan inorganik seperti pasir, tanah, dan lain-lain.

  • Bak Ekualisasi dan Sedimentasi awal

Bak ekualisasi dan sedimentasi awal digunakan untuk meratakan kandungan organik maupun anorganik, mengendapkan padatan organik dalam air limbah, dan sebagai bak tandon.

  • Bak pengolahan kimia (coagulation and mixing tank)

Bak pengolahan kimia dilengkapi dengan peralatan pengaduk (mixer) otomatis untuk menjaga homogenitas limbah. Proses pengolahan limbah pada bak ini meliputi tiga tahap ini yaitu netralisasi untuk menetralkan pH limbah, kemudian koagulasi dengan penambahan koagulan seperti tawas dan flokulasi untuk menstabilkan koloid dan padatan tersuspensi.

  • Bak Pengering Lumpur (Sand bed dryer)

Bak pengering terdiri dari pasir kasar pada bagian atas dan tumpukan batu pada bagian bawah (kurang lebih 10 cm). Bak ini digunakan untuk mengeringkan lumpur yang dihasilkan dari proses koagulasi dan flokulasi.

  • Pengolahan secara biologi pada kondisi anaerob

Pengolahan ini menggunakan teknologi Anaerobic Filter yang terdiri dari 2 buah bak anaerobic filter dan di dalamnya terdapat biofilm.

  • Pengolahan fisika-kimia dengan adsorbsi arang

Pada pengolahan ini digunakan absorben arang kayu atau arang batok kelapa, dengan bentuk blok 5 cm yang berfungsi untuk mengikat logam berat dan zat pewarna.

  • Bak kontrol

Bak kontrol digunakan untuk memudahkan pengambilan sampel air limbah akhir untuk pengujian kualitas  air limbah sebelum dibuang ke lingkungan.

  • Sumur resapan

Limbah yang telah diproses dibuang ke alam melalui sumur resapan.

D. Limbah Cair

Sumber limbah cair

Untuk pengujian diambil limbah batik dari kegitan  penelitian da  kegiatan pelatihan di BBKB. Sumber limbah cair ini punya karakteristik yng hampir sama dengan limbah yang dihasilkan IKM batik, yang berasal dari proses produksi batik. Dslam limbah terkandung berbagai macam zat, yakni sisa malam(lilin), zat pewarna (sintetis atau zat alam pelarut), garam-garaman, fiksator dan lain-lain. Jenis zat warna yang paling sering digunakan di BBKB yakni zat warna sintetis(pewarna naftol dan indigosol) dan zat warna alam, sehingga perlu dilakukan pengolahan terhadap limbah ini supaya tidak mencemari lingkungan.

Karakteristik limbah cair

Karakteristik limbah cair industri batik adalah berwarna keruh, berbusa, pH tinggi, konsentrasi BOD dn COD tinggi serta ada kandungan minyak dan lemak. Berdasarkan proses industri batik, limbah cair memiliki karakteristik:

  1. Karakteristik fisika yang meliputi padatan terlarut (suspended solids, bau, temperatur dan warna.
  2. Karakteristik kimia meliputi derajat keasaman (pH), konduktivitas dan kesadahan.
  3. Karakteristik biologi mikroorganisme termasuk bakteri, BOD, COD dan partikel-partikel halus organik.
E. Analisis Parameter Pencemar Limbah Cair Industri Batik

Parameter pH dan suhu

Parameter pH dan suhu merupakan indikator bagi keberlangsungan proses penguraian oleh mikroorganisme di dalam suatu sistem reaktor sehingga kedua parameter ini termasuk parameter pendukung yang penting untuk dianalisis. Pada tahap pengolahan tidak ada proses yang mengakibatkan turun atau naiknya nilai pH sehingga nilai pH tidak mengalami perubahan signifikan. Selain itu nilai pH juga telah memenuhi baku mutu yang ditetapkan yaitu 6 s/d 9. Pada tabel hasil pengujian parameter pencemaran limbah cair industri batik, nilai L3 yakni uji limbah cair setelah koagulasi, mengalami penurunan pH karena terjadi penambahan tawas yang bersifat asam. Namun, meski turun nilai pH masih netral. Untuk parameter suhu pada tabel 1 menunjukkan suhu untuk L1 sampai L4 adalah sama yaitu 29,1 °C. Hal ini menunjukkan bahwa nilai suhu tidak berpengaruh pada tahapan pengolahan sehingga nilainya selalu sama. Nilai suhu tersebut masih termasuk dalam rentang suhu optimum yaitu 24°C sampai 35°C. Proses Anaerob umumnya lebih sensitif pada suhu 25°C sampai 35°C.

Parameter BOD (Biological Oxygen Demand)

Parameter BOD cenderung menurun pada tiap tahapan pengolahan. Nilai efektivitas pengolahan limbah terhadap penurunan BOD pada proses sedimentasi, koagulasi dan flokulasi, serta proses biologi berturut-turut sebesar 91,21 %; 38,88 % dan 76,36 %. Hal ini menunjukkan pengolahan limbah dengan proses sedimentasi dan proses biologi secara anaerob lebih efektif dibandingkan proses koagulasi dan flokulasi untuk menurunkan kadar BOD dalam limbah batik. Pengambilan sampel dalam proses sedimentasi diambil pada bak tandon. Limbah ditarik dari bak sedimentasi ke bak tandon dengan menggunakan pompa sehingga memungkinkan masuknya oksigen pada proses ini. Hal ini menyebabkan penurunan nilai BOD signifikan pada proses sedimentasi. Sedangkan secara biologis kemampuan filter anaerob limbah dikontakkan dengan bakteri yang bekerja untuk menguraikan senyawa-senyawa organik (misalnya senyawa azo) menjadi senyawa yang lebih sederhana. Hal ini menyebabkan kebutuhan oksigen untuk proses penguraian senyawa juga akan berkurang.

Parameter COD (Chemical Oxygen Demand)

Hasil pengujian parameter pencemar limbah cair untuk COD menunjukkan bahwa parameter COD cenderung menurun pada tahap pengolahan limbah. Pada tabel 2 menunjukkan bahwa dalam proses pengolahan limbah secara biologi yakni pemanfaatan bakteri anaerob, efektivitas COD cukup tinggi yakni sebesar 75%. Penyebabnya yaitu kemampuan bakteri dalam menguraikan zat pencemar dalam limbah. Kemudian hasil pengujian pada tahap akhir menunjukkan nilai COD sebesar 66 mg/l. Nilai ini di bawah kadar maksimum yang diperbolehkan untuk limbah batik yaitu 100 mg/l. Artinya parameter COD pada limbah batik BPKB telah diolah dengan aman untuk lingkungan.

Parameter TSS (Total Suspended Solid)

TSS (Total Suspended Solid) menyatakan konsentrasi padatan yang tersuspensi dalam limbah cair.Berdasarkan hasil pengujian, nilai TSS teringgi pada limbah awal yaitu pada L1 yaitu pada bak penangkap lilin yang merupakan tempat pengendapan (sedimentasi). Saat limbah panas didinginkan di bak penampang lilin sekaligus terjadi pengendapan.Benda yang massa jenisnya lebih besar dari air akan tenggelam dan yang lebih kecil massa jenisnya dari air akan mengapung, misalnya lemak dan minyak. Lilin (malam) batik akan mengapung, zat padat lainnya akan tenggelam. Limbah cair pada bagian tengah pada bak penangkap lilin yang berwarna lebih jernih akan mengalir ke bak sedimentasi dan proses pengendapan yang sama akan berlangsung pada bak tersebut. Pada tahapan ini limbah partikel padatan dalam limbah cair hampir seluruhnya sudah mengendap dengan bantuan koagulan sehingga limbah sudah jernih.

Parameter TDS (Total Dissolved Solid)

TDS (Total Dissolved Solid) merupakan banyaknya zat padat terlarut di dalam air limbah yang berukuran sangat kecil dan dapat dipisahkan dengan filter. Berdasarkan hasil pengujian didapatkan nilai TDS dalam sampel limbah tergolong kecil atau dibawah kadar maksimum. Pada setiap tahapan pengolahan limbah, TDS menunjukkan penurunan konsentrasi. Dalam prosesnya, efektivitas tertinggi yaitu pada pengolahan biologi dengan menggunkana bakteri anaerob yang dapat menguraikan padatan.

Parameter Phenol dan Krom Total

Fenol adalah polutan yang berbahaya dan bersifat toksik.Fenol terdapat pada alkohol yang digunakan untuk meluruhkan sisa lilin batik. Setelah pengujian, kadar fenol jauh lebih rendah dari ambang batas maksimum.Selain fenol ada juga krom total yang biasanya terdapat dalam pewarna sintetis batik. Kandungan krom total amat kecil dan tidak ada perubahan nilai pada tiap tahapan pengolahan. Hal tersebut terjadi kemungkinan nilai krom total tersebut memang dibawah nilai ralat alat sehingga batasan nilai yang dapat dideteksi adalah pada batas nilai tersebut. Sehingga pada tabel 2 nilai efektifitas pengolahan limbah untuk parameter krom tidak bisa terdeteksi.

Parameter Amonia Total (NH3-N)

Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Amonia pada industri batik terdapat pada proses penggunaan nitrit sebagai garam pada zat pembantu dalam proses pewarnaan zat sintetis.Nilai amonia total setelah pengujian sangat kecil dibandingkan baku mutu lingkungan.

Parameter Sulfida

Sulfida  adalah  suatu anion anorganik dari belerang  (atau  sulfur) dengan  rumus  kimia S2−. Senyawa  ini  tidak memberi  warna  pada  garam  sulfida.  Oleh  karena  diklasifikasikan  sebagai basa  kuat,  larutan  encer  garamnya seperti natrium  sulfida (Na2S)  bersifat  korosif  dan  dapat menyerang  kulit. Garam  sulfida  seringkali  merupakan  campuran  untuk  zat  pembantu dalam pembuatan batik dengan menggunakan zat pewarna sintetis. Pada  tabel 1 nilai parameter sulfida cukup  tinggi melebihi baku mutu  lingkungan. Dari  tabel 2 menunjukkan  tahapan pengolahan proses koagulasi dan flokulasi (kimia) yang paling efektif untuk menurunkan kadar pencemar sulfida.

Parameter Minyak dan Lemak

Minyak dan  lemak membentuk  ester  dan  alkohol.  Lemak  tergolong  pada  bahan  organik  yang  tetap  dan  tidak mudah untuk  diuraikan  oleh  bakteri.  Terbentuknya  emulsi  air  dalam  minyak  akan  membuat  lapisan  yang  menutupi permukaan air dan dapat merugikan, karena penetrasi sinar matahari ke dalam air berkurang serta lapisan minyak menghambat pengambilan oksigen dari udara menurun. Untuk air  sungai kadar maksimum minyak dan  lemak adalah  sebesar   1 mg/l. Minyak dapat  sampai ke  saluran air  limbah,  sebagian besar minyak  ini mengapung di dalam air limbah, akan tetapi ada juga yang mengendap terbawa oleh lumpur. Pada  tabel 1 nilai parameter minyak dan  lemak cukup  tinggi melebihi baku mutu  lingkungan.   Dari  tabel 2 menunjukkan  tahapan pengolahan yang paling efektif untuk menurunkan kadar pencemar minyak dan lemak adalah tahapan pengolahan limbah secara biologi.

F. Kesimpulan

Hasil  pengujian  terhadap  sampel  limbah  pada  beberapa  tahapan  pengolahan  hampir  semua  mengalami penurunan  kadar  pencemar.  Pada  sampel  akhir  limbah  sebelum  dibuang  ke  lingkungan  nilai  kadar pencemar di bawah  nilai  baku mutu  limbah  cair bagi  industri batik  ditetapkan oleh pemerintah  sehingga dikatakan limbah hasil pengolahan IPAL BBKB aman terhadap lingkungan. Sedangkan hasil  perhitungan  tingkat  efektifitas  pengolahan  limbah  pada  IPAL  BBKB  yang  terbesar  yaitu  tingkat pengolahan secara biologi.


G. SUMBER

Indrayanti, Lilin. (2019). Teknologi Pengolahan Limbah Cair Batik dengan IPAL BBKB sebagai Salah Satu Alternatif Percontohan bagi Industri Batik. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”. ISSN 1693-4393.

H. PERTANYAAN DAN JAWABAN

1. Kenapa endapan limbahnya diolah kembali menjadi lilin? Jika diolah kembali tapi selain menjadi lilin apakah bisa? Contohnya apa ? (Djihan).

Jawab :

Endapan limbah diolah menjadi lilin karena limbah tersebut merupakan limbah dari pencucian lilin batik sehingga endapan dan zat yang mengapung merupakan komponen dari lilin batik itu sendiri dan sisanya adalah air untuk mencuci yang mengandung zat-zat pencemar. Sehingga endapan dan zat yang mengapung tersebut hanya dimanfaatkan kembali untuk menjadi lilin. Dimana endapan lilin dijernihkan kemudian digunakan kembali untuk membatik yang bertujuan untuk menghemat biaya produksi.

2. Pada pengolahan fisika kimia digunakan adsorben arang, apakah kelebihan dan kelemahan dari absorben arang ini ? Dan bisakah diganti dengan adsorben lain ? (Elisabeth).

Jawab :

Kelebihan dan Kekurangan Absorben Arang

a. Kelebihan

· Arang aktif memiliki volume mikropori dan mesopori yang relatif lebih besar sehingga memiliki luas permukaan yang besar, dengan demikian sangat memungkinkan untuk menjerap adsorbat dalam jumlah banyak.

· Arang aktif sangat mudah untuk didapatkan dan harganya terjangkau.

· Bahan arang aktif murah dan tersedia banyak seperti sekam padi, tempurung kelapa, tempurung kemiri dan serat kayu.

· Arang aktif dapat dibuat sendiri.

b. Kekurangan

· Penggunaan karbon aktif terbatas hanya untuk limbah cair yang mengandung beberapa senyawa dan beberapa jenis logam berat saja.

· Pengolahan air limbah tidak bisa hanya dengan metode adsorpsi saja karena metode adsorpsi merupakan jenis metode tersier treatment.

Proses pengaktifan arang meliputi dehidrasi, karbonisasi, dan aktivasi.

a. Dehidrasi

Dehidrasi adalah proses pengurangan/penghilangan air yang terkandung dalam bahan dasar pembuat karbon aktif, hal ini bertujuan untuk menyempurnakan proses karbonisasi yang biasanya diproses dengan cara menjemur bahan baku tersebut dibawah sinar matahari langsung atau mengeringkannya dalam oven sampai diperoleh berat yang diinginkan.

b. Karbonisasi

Karbonisasi atau pengarangan merupakan proses pemanasan pada suhu tertentu dari bahan organik dengan jumlah oksigen sangat terbatas yang biasanya dilakukan dalam tanur. Tujuannya yaitu untuk menghilangkan zat yang mudah menguap (volatile matter) yang terkandung dalam bahan dasar. Dalam prosesnya terjadi penguraian senyawa organik yang menyusun struktur bahan membentuk air, uap asam asetat, tar-tar, dan hidrokarbon. Karbonisasi terjadi beberapa tahap yang meliputi penghilangan air atau dehidrasi, penguapan selulosa, penguapan lignin, dan pemurnian karbon. Pada suhu pemanasan sampai 400°C terjadi penghilangan air, penguapan selulosa, dan penguapan lignin, sedangkan untuk proses pemurnian karbon terjadi pada suhu 500-800°C. Dari proses tersebut menghasilkan material padat yaitu karbon dalam bentuk arang dengan pori-pori sempit.

c. Aktivasi

Aktivasi adalah bagian dalam proses pembuatan karbon aktif yang bertujuan untuk membuka, menambah atau mengembangkan volume pori dan memperbesar diameter pori yang telah terbentuk pada proses karbonisasi. Melalui proses aktivasi karbon aktif akan memiliki daya adsorpsi yang semakin meningkat, karena karbon aktif hasil karbonisasi biasanya masih mengandung zat yang masih menutupi pori-pori permukaan karbon aktif. Pada proses aktivasi karbon aktif akan mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia sehingga dapat berpengaruh terhadap daya adsorpsi.

Aktivasi secara kimia biasanya menggunakan bahan-bahan pengaktif seperti garam kalsium klorida (CaCl2), magnesium klorida (MgCl2), seng klorida (ZnCl2), natrium hidroksida (NaOH), natrium karbonat (Na2CO3) dan natrium klorida (NaCl). Selain garam mineral biasanya digunakan ialah berbagai asam dan basa organik seperti asam sulfat (H2SO4), asam klorida (HCl), asam hipoklorit (HClO), kalium hidroksida (KOH), dan natrium hidroksida (NaOH). Sedagkan proses aktivasi dengan cara fisika dapat dilaksanakan dengan menggunakan gas nitrogen, gas oksigen, gas karbon dioksida, dan air. Gasgas tersebut berguna untuk memperbesar struktur rongga yang terdapat pada arang sehingga dapat meningkatkan luas permukaan arang/karbon.

3. Pada penangkap limbah lilin batik, limbah tersebut diolah kembali menjadi lilin. Apakah jika lilin tersebut digunakan hasilnya akan sama dengan lilin yang bukan dari limbah? Lalu mengapa banyak pembuat batik yang membuang limbahnya secara sembarangan padahal limbah tersebut dapat diolah kembali menjadi lilin? (Nur Azizah).

Jawab :

Limbah lilin yang telah diolah hasilnya sama dengan lilin yang masih baru hal ini dikarenakan lilin sudah dimurnikan dan dipisahkan dari pengotornya.Namun masih banyak pengrajin batik yang membuang limbah lilin karena kurangnya pengetahuan akan pengolahan limbah lilin batik dan tidak memiliki alat IPAL.

4. Bagaimana cara pengolahan limbah yang paling efektif? (Poppy).

Jawab :

Cara pengolahan limbah yang paling efektif dalam artikel penelitian terssebut yaitu pengolahan limbah secara biologi karena pada tabel efektivitas tahapan pengolahan limbah terhadap penurunan atau peningkatan parameter pencemar, pengolahan limbah secara biologi efektifitasnya paling besar yakni 32,67%.

5. Dalam sistem pengolahan terdapat bak pengolahan kimia yang terdiri dari 3 tahap , salah satunya netralisasi pH limbah , lalu bahan apa yang digunakan untuk menetralisasi dan alat apa yang digunakan untuk menguji netralisasi pH limbah ? (Sesil).

Jawab :

Untuk menetralisir limbah dilakukan penambahan asam jika air limbah bersifat basa dan sebaliknya jika air limbah bersifat asam maka perlu diberi basa untuk jadi netral (pH = 7).

Alat untuk mengukur pH limbah dapat digunakan pH meter. Dimana pada beberapa IPAL indikator pH menjadi satu dengan bak pengolahan kimia, sehingga pH-nya dapat langsung terbaca. 


Nama : Noumi Campbel

NIM : K3318054

Kelas : B


Anggota Kelompok 6 :

  1. Agustin Wulandari (K3318002)

  2. Atalanisa Laviola Yuniatama (K3318010)

  3. Lutfiya Tamami A.H. (K3318042)

  4. Noumi Campbel (K3318054)

  5. Nurul Afifah (K3318058)

Tuesday, 29 September 2020

Resume Jurnal Kimia Lingkungan - Alternatif untuk Klorofluorokarbon (CFC)

Nama : Noumi Campbel
NIM : K3318054
Kelas : B

Alternatif untuk Klorofluorokarbon (CFC)

PENGANTAR
Klorofluorokarbon atau biasa kita kenal dengan sebutan CFC memiliki masa hidup cukup lama di atmosfer. CFC ini berdampak merusak terhadap lapisan ozon yang dimiliki bumi. Studi oleh Lovelock pada  awal 1970-an menunjukkan bahwa ada konsentrasi trichlorofluorometana (CFC-ll) di atmosfer, menunjukkan bahwa ia bisa bertahan lama seumur hidup atmosfer. CFC juga berkontribusi dalam pemanasan global. Pada akhir tahun 1970-an, penjualan CFC untuk digunakan pada alat-alat pendingin meningkat. Hingga akhirnya tahun 1998 produksi CFC dikurangi hingga 50 %.Beberapa upaya mulai dilakukan untuk mengganti CFC dengan bahan yang memiliki properti kinerja serupa dengan itu CFC serta toksisitas rendah, industri telah berfokus pada pengembangan dan penilaian hidroklorofluorokarbon (HCFC) dan hidrofluorokarbon (HFC). HCFC memiliki potensi penipisan ozon (ODP) yang jauh berkurang, dan HFC memiliki nol ODP dibandingkan dengan CFC.HCFC mulai digunakan sebagai pengganti CFC karena dinilai lebih ramah lingkungan. Senyawa utama yang terlibat dan nomor dalam sistem pengkodean internasional adalah sebagai berikut:
CFC codes: 11 = CFCh; 12 = CF2Ch; 113 = CF2CICFCh; 114 = CF2CICF2CI; 
115 = CF3CF2CI 
HCFC and HFC codes: 22 = CHF2Cl; 123 = CF3CHCh; 124 = CF3CHFCl; 125 
=CF3CHF2; 134a=CF3CH~; 141b=CFChCH3; 152a= CHF2CH3.
Akronim lain: CTC = carbon tetrachloride (CCI4);  MeClf = metil kloroform
 (CH3CCb).
Potensi penipisan ozon (Ozon) didefinisikan sebagai rasio kondisi-mapan yang dihitung perubahan kolom ozon untuk setiap satuan massa gas yang diemisikan ke atmosfer relatif untuk penipisan yang disebabkan oleh emisi unit massa CFC-ll (CFCb).  Demikian pula, potensi pemanasan global (GWP, atau HGWP, H singkatan dari Halocarbon) didefinisikan sebagai rasio perubahan fluks inframerah bersih kondisi-mapan yang dihitung yang memaksa di tropo- bola untuk setiap satuan massa halokarbon yang dipancarkan relatif sama untuk CFC-ll.
PENGGANTI CFC
A. 1,1,1, 2-Tetratluoroethane, CF3CH2F (HFC-134a)
Untuk mensintesis senyawa ini diperlukan hidrokarbon, hidrokarbon terhalogenasi, olefin, dan halo-olefin.  Sedangkan reaksi yang digunakan meliputi penambahan HF pada substrat olefin, halogenasi dan halogen pertukaran, disproporsionasi, klorofluorinasi, isomerisasi, dan hidrogenolisis.
B. Trichloroethylene (TeE)
Rute paling langsung ke HFC-134a terdiri dari reaksi TCE dengan HF memproduksi CF3CH2CI (HCFC-133a) diikuti dengan penggantian sisa klorin dengan fluor.Aliran produk dari reaksi HCFC-133a dan HF mengandung sejumlah kecil dari olefin, seperti CF2 = CHCI.  Ini mungkin beracun dan harus dikeluarkan dari produk.  Berbagai metode dapat digunakan, satu proses yang melibatkan pengobatan dengan permanganat berair.
C. Tetrachloroethylene (Perkloretilen, PCE)
PCE diklorinasi in situ untuk menghasilkan heksakloroethane, yang kemudian bereaksi dengan HF dalam fase cair menggunakan antimon- konvensional berbasis katalis (biasanya antimon pentahalides), atau menggunakan fase uap sistem berbasis chrome, 18 awalnya untuk menghasilkan CF2CICFCh (CFC-113) dan / atau  CF2CICF2CI (CFC-114).
Reaksi yang terjadi :
CCh=CCh + Ch ~ CChCCh
CCbCCb +3HF ~ CF2CICFCh + 3HCI 
CF2CICFCh + HF ~ CF2CICF2CI + HCI 
CF2CICFCh ~ CF3CCb 
CF2CICF2CI ~ CF3CFCh 
CF3CCb + HF ~ CF3CFCh + HCI

D. Perchloroethylene (PCE)

Sintesis langsung HCFC-123 dapat dicapai melalui reaksi yang dikatalisasi dari PCE dengan HF (Persamaan 13), menggunakan proses fase cair atau uap. 36,37 HF penambahan melintasi ikatan C = C di PCE (~ CFChCHCh), diikuti oleh halogen pertukaran untuk memberikan didominasi diklorotri- yang lebih stabil secara termodinamika fluoroetana (CF3CHCh versus CF2CICHFCl
E. Trichloroethylene (TCE)
 Pendekatan berdasarkan TCE melibatkan persiapan awal HCFC-133a  (CF3CH2CI), diikuti oleh monoklorinasi .  Klorinasi baik ada maupun tidaknya garam logam telah terjadi dilaporkan  suatu varian melibatkan pembentukan klorin in situ dengan memberi makan bersama 02, HCI, dan HCFC-133a di atas katalis Deacon nikel-pada-alumina pada suhu tinggi.46 Fotoklorinasi kimiawi dari HCFC-133a dengan selektivitas tinggi terhadap HCFC-123 dan minioverchlorination ibu ke CFC-113a juga telah dilaporkan.Keuntungan  suhu rendah atau fotoklorinasi adalah produksi hanya satu dari isomer, yaitu HCFC-123, dengan sedikit peluang untuk isomerisasi.  Gugus trifluoromethyl tampaknya stabil dalam kondisi ini.

F. Metode Miscellaneous
 Ekuilibrasi berbagai substrat dapat menjadi metode yang berguna asalkan selectif kesesuaian dengan HCFC-123 yang diinginkan dapat diperoleh.  Misalnya, terbentuk HCFC-123 ketika campuran CF3CCh dan CF3CH2CI (HCFC-133a) melewati kromium oksida pada suhu tinggi.
G. Pentafluoroethane, CF3CHFl (HFC-12S)
 Prosedur sintetis yang telah dikembangkan untuk HCFC-123 terutama yang dimulai dari PCE  juga dapat digunakan untuk sintesis dari HFC-125.  Jelas, penambahan HF awal di seluruh ikatan rangkap PCE, diikuti oleh pertukaran semua klorin, menghasilkan HFC-125 dan jelas, jika HCFC-123 dan HCFC-124 tersedia, mereka dapat digunakan sebagai titik awal.  Jika ini tidak memungkinkan, PCE dapat diolah dengan Ch dan HF untuk menghasilkan chloropentafluoroethane (CFC-115) diikuti oleh hidrogenolisis ikatan C-CI.
Reaksi yang terjadi :
CCh = CCh + 5HF ~ CF3CHF2 + 4HCI
 CCh = CCh + Ch + 5HF ~ CF3CF2CI + 5HCI
 CF3CF2CI + H2 ~ CF3CHF2 + HCI
Reaksi HF dengan tetrafluoroethylene atau chlorotrifluoroethylene berakhir chrome oxyfluoride pada suhu tinggi merupakan pilihan untuk sintesis HFC.
H. Dikloro.1.t1uoroetana, CFCbCIh (HCFC · 141b
Reaksi fase cair HF dengan metil kloroform (CH3CCh) di hadapannya dari tantalum halida telah dilaporkan mampu membawa HCFC-141b dengan selektivitas yang baik.Overfluorinasi dengan melanjutkan penggantian klorin di atas katalis aktif adalah komponen reaksi penting.  Misalnya, pada 100 ° c dengan adanya Mo03, CH3CCIF2 (HCFC-142b) adalah produk utama.60 Reaksi fase cair serupa menggunakan garam timah atau organotin senyawa bersama dengan senyawa yang mengandung oksigen juga telah diklaim menghasilkan hasil yang dapat diterima dari HCFC-141 b.  61 Proses pertukaran halogen nonkatalitik melibatkan CH3CCh dan HF pada suhu di atas 100 ° c telah dijelaskan;  kedua HCFC-141b dan HCFC-142b dapat diproduksi, tingkat kelebihan fluorinasi tergantung pada waktu tinggal.
I. Acetylene
 Rute paling langsung ke HFC-152a adalah penambahan HF ke asetilena. Baik proses fase cair maupun fase uap tersedia.  Banyak sistem katalitik dan perbaikan proses telah dilaporkan.Reaksi fase cair asetilena dengan HF di bawah tekanan dengan adanya BF364 atau FS03W5 pada suhu rendah menghasilkan HFC-152a dengan selektivitas tinggi. Penggunaan FS03H-SbF5 untuk meningkatkan penambahan HF pada 25 ° C juga menghasilkan produk yang sangat baik. Untuk mengatasi kehilangan katalis, ketika BF3 digunakan, KBF4 dapat digunakan.Dengan katalis ini, reaksi biasanya dilakukan dengan adanya FS03H atau asam perfluoroalkanesulfonic;  selektivitas produk yang tinggi diklaim. Proses fase uap berdasarkan asetilena beroperasi pada kisaran suhu yang luas, yaitu, ambient menjadi sekitar 300 DC.  Operasi suhu tinggi cenderung menghasilkan vinil fluorida dengan hilangnya HF dari produk yang diinginkan.  Misalnya reaksi asetilen dengan HF di atas AIF3 menghasilkan HFC-152a sebagai produk utama di bawah 275 ° C sedangkan vinil fluorida adalah produk utama pada 307 ° C.68 Mengandung katalis yang sangat aktif pseudoboehmite, H3B03, dan secara opsional Fe203 beroperasi pada suhu maksimum dari 262 ° C telah dilaporkan memberikan hasil yang sangat baik dari HFC-152a.
J. Vinyl Chloride
 Reaksi vinil klorida dengan HF menghasilkan HFC-152a (Persamaan 21) telah terjadi dijelaskan oleh beberapa simpatisan.  Untuk proses fase uap, alumina berfluorida atau aluminium fluorida yang mengandung garam logam lainnya telah banyak digunakan.  Chromium (lll) oksida yang didukung pada aluminium fluoride7o atau alumina71 telah terbukti menjadi katalis yang sangat baik, dan vanadium triklorida yang didukung pada karbon aktif, 72 serta penggunaan uap yang bermanfaat sebagai umpan bersama, juga telah dianjurkan.73 Fase cair prosedur dengan adanya SnC4 sebagai katalis dan distilasi produk di keberadaan HF anhidrat telah dilaporkan menghasilkan HFC-152a bebas dari vinil klorida.
K. DichloropentaDuoropropanes
Isomer posisi tertentu dari C3HFsCh telah menerima perhatian sebagai pengganti potensial untuk CFC-U3 dalam aplikasi pelarut dan pembersihan, yaitu, CF3CF2CHCh (HCFC-225ca) dan CF2CICF2CHFCI (HCFC-225cb). 
APLIKASI
 1.  Pendinginan
 Mungkin area aplikasi terbesar dari alternatif ini adalah dalam pendinginan dan
 AC.  Lemari es rumah dan hampir semua AC mobil menggunakan CFC-12 (CF2Ch) sebagai refrigeran.  Alternatif utama adalah HFC-134a.HFC-125 juga telah dipertimbangkan dalam aplikasi di mana suhu lebih rendah dan pemulihan cepat diperlukan. Jadi, sementara HFC-
 134a adalah pengganti yang dapat diterima, ini bukan pengganti drop-in untuk CFC-12 in
 AC mobil.  
 2.  Agen berbusa
 Busa plastik kaku memiliki struktur seluler yang dibuat oleh bahan kimia atau
 tindakan fisik dari zat peniup (berbusa).  Busa ini memiliki isolasi yang sangat baik
 properti.  Busa poliuretan dan poliisosianurat diproduksi dengan menggunakan CFC-ll
 sebagai bahan peniup yang tetap terperangkap di busa.  Konduktivitas termal yang rendah
 zat peniup ini juga berkontribusi pada sifat penyekat produk akhir.Pengganti yang diusulkan untuk pembuatan busa termasuk HCFC-123, HCFC-141b, dan HCFC- 22. Busa termoplastik, seperti yang berasal dari polistiren, digunakan dalam berbagai variasi aplikasi seperti karton telur, nampan daging, cangkir dan nampan sekali pakai.  tidak seperti busa poliuretan, ini harus mengandung sangat sedikit, jika ada, zat peniup. CFC-12 umumnya telah digunakan sebagai bahan peniup dalam aplikasi ini.  Alternatif yang mungkin telah disarankan untuk aplikasi ini termasuk HCFC-124, HCFC-22, HCFC-142b, HFC-134a, dan HFC-152a.
3. Pelarut
 Bahan yang sering digunakan adalah CFC-113 (CF2CICFCh) dan metil kloroform (CH3CCh).  Penggunaan terbesar yaitu pada pembersihan dan degreasing logam.  Selain itu, mereka digunakan dalam berbagai aplikasi seperti penghapusan fluks solder, pengeringan papan sirkuit tercetak, degreasing semikonductors, dan cat serta formulasi aerosol, hanya untuk beberapa nama.  
HCFC-141b dan HCFC-123, serta campuran dan azeotropnya, telah  diusulkan untuk memenuhi beberapa aplikasi.  Baru-baru ini, HCFCs-225 ca dan cb telah diusulkan sebagai kemungkinan pengganti CFC-113.   Semua pengganti yang diusulkan untuk aplikasi ini masih mengandung klorin dan karenanya akan  melayani hanya sementara sampai HFC yang memuaskan atau pengganti lain dapat ditemukan.