Monday, 21 June 2021

SOAL-SOAL KIMIA HOTS YANG MENGADOPSI MODEL SOAL PISA

 

PISA (Programme for International Student Assesment) adalah penilaian siswa skala besar (internasional). PISA disponsori OECD (Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan). PISA bertujuan mengevaluasi sistem pendidikan dari 72 negara di dunia. Evaluasi berlangsung tiga tahun sekali. Yang dinilai siswa-siswa berusia 15 tahun dari sekolah-sekolah yang dipilih secara acak. Tes ini bersifat diagnostik yang salah satu manfaatnya untuk perbaikan sistem pendidikan di negara anggota OECD.

PISA memonitor dan membandingkan hasil pendidikan dalam soal literasi membaca, literasi matematika dan literasi sains.

Soal matematika PISA mencakup tiga komponen yaitu konten, konteks dan proses. Konten matematika PISA terdiri dari (1) Perubahan dan Hubungan (Change and Relationships); (2) Ruang dan Bentuk (Space and Shape); (3) Bilangan (Quantity), dan (4) Ketidakpastian dan Data (Uncertainty and Data).

Konteks matematika PISA terdiri dari (1) Pribadi (Personal), (2) Pekerjaan (Occupation), (3) Umum (Societal), dan (4) Ilmiah (Scientific).

Proses matematika PISA terdiri dari (1) mampu merumuskan masalah secara matematika, (2) mampu menggunakan konsep, fakta, prosedur dan penalaran dalam matematika, (3) menafsirkan, menerapkan dan mengevaluasi hasil dari suatu proses matematika. Soal PISA memiliki tingkatan dari level 1 hingga level 6.

Tingkatan level 1 hingga 6 memuat kemampuan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skills (HOTS).

SOAL HOTS (HIGHER ORDER THINKING SKILLS) yang sering diujikan dalam PISA

Soal 1.

HUJAN ASAM

Di bawah ini adalah foto patung bernama Caryatidı yang dibangun di Acropolis di Athena 100 tahun yang lalu.  Patung-patung itu terbuat dari sejenis batu yang disebut marmer.  Marmer terdiri dari kalsium. Pada tahun 1990, patung asli dipindahkan ke dalam museum Acropols dan digantikan oleh replika sebagai akibat dari patung asli yang rusak karena hujan asam.



PERTANYAAN 

1. Hujan normal dalam suasana agak asam karena telah menyerap beberapa karbon dioksida dari udara. Hujan lebih asam daripada hujan nomal karena telah menyerap gas seperti sulfur oksida dan nitrogen oksida. 

Gas sulfur dioksida (SO2) akan mengikat oksigen di udara dan berubah menjadi sulfur trioksida (SO3). Sulfur trioksida (SO3) kemudian akan bereaksi dengan air di udara membentuk air hujan berupa asam sulfat (H2SO4). Gas Nitrogen oksida (NO2) yang naik ke atmosfer akan bereaksi oksigen membentuk gas nitrogen dioksida (NO2).

Nitrogen dioksida kemudian bereaksi kembali dengan partikel air di udara dan membentuk air hujan berupa asam nitrat (HNO3) dan asam nitrit (HNO2).

Dari mana sulfur oksida dan nitrogen oksida di udara berasal?

A. Air hujan secara alami mengandung belerang dan nitrogen

B. Emisi gas pembakaran dari kegiatan industri

C. Gas buangan pesawat terbang

D. Sisa ledakan bom yang terlepas ke udara

 

Soal 2.

 

 


Dalam kehidupan sehari-hari pembuatan teh manis dengan menggunakan gula yang berbutir halus dan air dengan suhu panas akan lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan gula dengan ukuran besar, seperti misalnya gula “batu” dan dengan menggunakan air dingin.

Pertanyaan 1

Dari fakta tersebut diatas, faktor apa saja yang mempengaruhi laju reaksi pembuatan teh manis,

jelaskan dengan teori tumbukan !

Pertanyaan 2

Setiap kenaikan suhu sebesar 10 o C waktu pelarutan 2 sendok gula dalam air teh akan berlangsung 2 kali lebih cepat. Jika reaksi pelarutan pada suhu 80 o C akan berlangsung selama 2 menit. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk melarutkan gula apabila suhu air teh 100°C ?

Kunci : Diketahui : n = 2 ∆T = 10 o C T 1 = 80 o C T 2 = 100 o C t 80 = 2 menit Ditanyakan : t 100 ........?

 

 


RESUME : Pembelajaran Konseptual dan Pemecahan Masalah Algoritmik

Pembelajaran konseptual merupakan suatu pembelajaran di mana guru dapat membantu siswa untuk memperoleh dan mengembangkan konsep-konsep dasar yang dibutuhkan untuk pembelajaran lebih lanjut dan pemikiran tingkat tinggi. Model pengajaran konsep tidak dirancang untuk mengajarkan sejumlah besar informasi kepada siswa. Tetapi dengan mempelajari dan menerapakan konsep-konsep kunci dalam subjek tertentu, siswa akan mampu mentransfer berbagai pembelajaran spesifik ke bidang-bidang yang lebih umum.

Algoritma merupakan logika, metode dan tahapan (urutan) sistematisyang digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan.Algoritma merupakan prosedur dari beberapa langkah demi langkah untuk penghitungan,penalaran otomatis, dan pemrosesan data.

Pembelajaran kimia di seluruh dunia umumnyamenggunakan aturan pembelajaran dan algoritma yang memungkinkan siswa untuk berhasil menanggapi pertanyaan ujian, termasuk masalah komputasi yang relatif rumit. Namun hal yang sering dipertanyakan apakah siswa juga dapat menyelesaikan kasus pertanyaan konseptual yang terlihat sederhana serta menunjukkan minat, kecenderungan, dan kemampuan yang sama dalam berbagai jenis pertanyaan tes baik bentuk algoritma maupun konseptual.

Stamovlasis (2005) meneliti perbedaan antara pemahaman konseptual dengan pemecahan masalah algoritmik. Dimanadilakukan analisis menggunakansoal Ujian Nasional Yunaniuntuk mengkategorikan pertanyaan sebagai pertanyaan algoritmik ataumembutuhkan pemahaman konseptual serta kaitan  antara pertanyaan konseptual denganketerampilan kognitif tingkat tinggi (HOCS) dengan pertanyaan algoritmik dengan keterampilan kognitif tingkat rendah (LOCS).

Hasil ujian nasional memberikan bukti yang mendukung perbedaan dan sifat berbeda dari pertanyaan algoritmik dan konseptual. Dimana penelitian menunjukkan bahwa ditemukansejumlah besar siswa tidak memiliki satu atau kedua kemampuan ini, hanya sekitar seperempat sampel yang menunjukkan kemampuan keduanya.

Pada soal algoritmik tesyang berhubungan dengan kalkulasi stoikiometri dalam kimia organik, terdapat jumlah yang banyak dan terdapat beberapasoal yang memiliki tingkat kesukaran tinggi. Sedangkan untuk pertanyaan konseptual dari tes itu terbatas dan tidak terlalu sukar. Jika pertanyaan konseptual yang lebih sukar, maka sangat dimungkinkan proporsi siswa yang dapat menjawabsoal-soal tersebut akan menunjukkan penurunan.

Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman pada pertanyaan konseptual dengan tingkat kesukaran tinggi oleh sebagian besar siswa. Sehingga guru dan penulis buku sekolah harus memberikan penekanan padasiswa dengan pemahaman tentang kimia. Selain itu, semua siswayang mengalami kesulitan dengan pertanyaan konseptual, harus terus diberikan latihan, dorongan, dan dukungan untuk menghadapi pertanyaan semacam itu, dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan dan mengembangkan rasa percaya diri.

Sehingga hal yang dapat disimpulkan yaitu gabungan tipe HOCS dan LOCS, formal dan informal pada ujian dan tes diperlukan untuk menantang dan membina siswa untuk mengembangkan kapasitas HOCS mereka.

 

Sumber :

Stamovlasis, D., etal. (2005).Conceptual understanding versus algorithmic problem solving: Further evidence from a national chemistry examination. Chemistry Education Research and Practice. 6 (2), hlm. 104-118

Sunday, 14 March 2021

Pengembangan Kurikulum | Telaah Kurikulum 21

Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang merupakan penyempurnaan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Inti dari kurikulum 2013 yaitu upaya penyederhanaan, dan tematik-integratif. Kurikulum ini didasarkan pada perubahan pola pikir dan budaya mengajar dari kemampuan mengajar tenaga pendidik dalam melaksanakan proses belajar mengajar.

    Pengembangaan kurikulum 2013 dilatarbelakangi dengan adanya tantangan masa depan, kompetensi masa depan, presepsi masyarakat, fenomena negatif yang mengemuka serta perkembangan pengetahuan dan pedagogi. Pengembangan K-13 diarahkan pada pencapaian kompetensi yang dirumuskan dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Penyusunan K-13 dimulai dengan menetapkan standar kompetensi lulusan berdasarkan kesiapan peserta didik dan tujuan pendidikan nasional.

    Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan ketentuan yuridis yang mewajibkan adanya pengembangan kurikulum baru, landasan filosofis, dan landasan empirik. Landasan yuridis kurikulum adalah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 tentang Perubahan PP No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan, dan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah.

    Berdasarkan Ketentuan Umum dalam pasal 1 UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Standar Nasional Pendidikan (SNP) merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Indonesia. SNP di Indonesia terdiri dari 8 standar yaitu standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan.

    Dalam pengembangan kurikulum 2013 didasarkan pada beberapa prinsip diantaranya adalah sebagai berikut:

1.        Kurikulum bukan hanya merupakan sekumpulan daftar mata pelajaran karena mata pelajaran hanya merupakan sumber materi pembelajaran untuk mencapai kompetensi.

2.         Kurikulum didasarkan pada standar kompetensi lulusan yang ditetapkan untuk satu satuan pendidikan, jenjang pendidikan, dan program pendidikan.

3.         Kurikulum didasarkan pada model kurikulum berbasis kompetensi.

4.        Kurikulum didasarkan atas prinsip bahwa setiap sikap, keterampilan dan pengetahuan yang dirumuskan dalam kurikulum berbentuk Kompetensi Dasar dapat dipelajari dan dikuasai setiap peserta didik (mastery learning) sesuai dengan kaedah kurikulum berbasis kompetensi.  

5.        Kurikulum dikembangkan dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan perbedaan dalam kemampuan dan minat.

6.        Kurikulum berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. 

7.        Kurikulum harus tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dan seni.

8.        Kurikulum harus relevan dengan kebutuhan kehidupan.   

9.        Kurikulum harus diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.

10.    Kurikulum didasarkan kepada kepentingan nasional dan kepentingan daerah.  

11.  Penilaian hasil belajar ditujukan untuk mengetahui dan memperbaiki pencapaian kompetensi.


Noumi Campbel

K3318054



Thursday, 4 March 2021

Model Pengembangan Kurikulum "Taba's Inverted Model"

Taba’s Inverted Model / Model Terbalik 
Model Konseptualisasi dalam bentuk persamaan, peralatan fisik, uraian atau analogi grafik yang menggambarkan situasi (keadaan) yang sebenarnya, baik berupa keadaan apa adanya maupun keadaan yang seharusnya. Pengembangan Kurikulum (curriculum development) merupakan istilah komprehensif di dalamnya mencakup perencanaan, penerapan, dan penilaian.
Model kurikulum menurut Taba dinamakan 'inverted model' atau model terbalik karena merupakan kebalikan dari model kurikulum yang ada sebelumnya. Kurikulum yang ada sebelumnya dikembangkan secara deduktif, sedangkan Taba mengembangkan kurikulum secara induktif. Menurut Taba esensial proses deduktif cenderung mengurangi kemungkinan adanya inovasi kreatif karena pengembangan secara deduktif dapat membatasi kemungkinan mengeksperimentasikan konsep-konsep baru kurikulum.Oleh karena itu, Taba mengembangkan kurikulum menggunakan cara pengembangan induktif yang disebut sebagai inverted model (model terbalik). Pengembangan model terbalik ini diawali dengan melakukan percobaan dan penyusunan teori serta diikuti dengan tahapan implementasi. Hal dilakukan guna mempertemukan teori dan praktek. 
Kurikulum menurut Hilda Taba adalah: “ a curriculum is a plan for learning, therefore what is know about the learning process and the development of individual has bearing on the shaping of the curriculum”. kurikulum adalah suatu rencana belajar, oleh karena itu, konsep-konsep tentang belajar dan perkembangan individu dapat mewarnai bentuk-bentuk kurikulum.
Berbeda dengan model yang dikembangkan Tyler, model Taba lebih menitik beratkan kepada bagaimana mengembangkan kurikulum sebagai suatu proses perbaikan dan penyempurnaan. Oleh karena itu, dalam kurikulum ini dikembangkan tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh para pengembang kurikulum. Model pengembangan ini lebih rinci dan lebih sempurna jika dibandingkan dengan model pengembangan Tyler. Model Taba merupakan modifikasi dari model Tyler. Modifikasi tersebut terutama penekanannya pada pemusatan perhatian guru. Teori Taba mempercayai bahwa guru merupakan faktor utama dalam pegembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum yang dilakukan guru dan memposisikan guru sebagai inovator dalam pengembangan kurikulum. Merupakan karakteristik dalam model pengembangan Taba. 
Model ini dimulai dengan melaksanakan eksperimen, diteorikan, kemudian diimplementasikan. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan antara teori dan praktik, serta menghilangkan sifat keumuman dan keabstrakan kurikulum, sebagaimana sering terjadi apabila dilakukan tanpa kegiatan eksperimental.
Keuntungan digunakannya inverted model ini adalah : 
Membantu untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktek karena produksi unit-unit tadi mengkombinasikan kemampuan teoritik dan pengalaman praktis. 
Kurikulum yang terdiri dari unit-unit mengajar-belajar yang disiapkan oleh guru-guru lebih mudah diintroduser ke sekolah, berarti lebih mudah dimengerti dibandingkan dengan kurikulum yang umum dan abstrak yang dihasilkan oleh urutan tradisional.
Kurikulum yang terdiri dari kerangka umum dan unit-unit belajar-mengajar lebih berpengaruh terhadap praktek kelas dibandingkan dengan kurikulum yang ada. 
Taba mengajukan pandangan yang berlawanan yaitu: langkah awal dimulai dengan perencanaan unit-unit belajar-mengajar yang spesifik, bukan diawali dengan desain kerangka yang umum. Lalu unit-unit tersebut diujicobakan dalam kelas yang kemudian akan digunakan sebagai dasar empirik untuk menentukan overall design.
a. Mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru
Penyusunan unit diawali dengan mendiagnosis kebutuhan serta dilanjutkan dengan merumuskan tujuan. Kegiatan ini juga mempertimbangkan keseimbangan antara kedalaman serta keluasan materi pelajaran yang akan disusun. Kelompok tenaga pengajar membuat unit eksperiment sebagai ajang untuk melakukan studi tentang hubungan teori dan praktek. Untuk itu diperlukan (1) Perencanaan yang didasarkan atas teori yang kuat (2) Eksperimen didalam kelas yang dapat menghasilkan data empiris untuk menguji landasan teori yang digunakan. Hasil dari langkah ini berupa teaching-leaming unit yang masih bersifat draft yang siap diuji pada langkah berikutnya.
b. Menguji unit eksperimen
Unit-unit (teaching-learning units) yang telah dibuat pada langkah pertama selanjutnya diujicobakan pada kelas-kelas eksperimen dalam berbagai situasi dan kondisi belajar. Tujuan dari dilakukannya uji coba ini adalah untuk mengetahui tingkat validitas dan kelayakan unit-unit dalam pengajaran serta untuk mengetahui keyakinan terap bagi tenaga pengajar yang memiliki gaya mengajar dan kemampuan melaksanakan pengajaran unit yang berbeda-beda. Hasil uji coba ini dapat digunakan untuk menyempurnakan draft kurikulum.
c. Mengadakan revisi dan konsolidasi
Langkah ini dilakukan jika hasil pada langkah kedua menunjukkan perlunya perbaikan dan penyempurnaan unit-unit yang telah disusun. Revisi dan penyempurnaan draf teaching learning units dilakukan berdasarkan data dan informasi yang terkumpul selama langkah pengujian. Pada langkah ini dilakukan pula penarikan kesimpulan (konsolidasi) tentang konsistensi teori yang digunakan. Langkah ini dilakukan bersama oleh koordinator kurikulum dan ahli kurikulum. Produk langkah ini berupa teaching learning units yang telah teruji di lapangan. Bila hasilnya sudah memadai, maka unit-unit tersebut dapat disebarkan dalam lingkup yang lebih luas.
d. Mengembangkan keseluruhan kerangka kurikulum
Perkembangan yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan yang berdasarkan pada pertanyaan-pertanyaan apa isi unit-unit yang disusun secara berurutan itu telah berimbang ke dalamnya dan keluasannya, dan apakah pengalaman belajar telah memungkinkan belajarnya kemampuan intelektual dan emosional. Apabila proses penyempurnaan telah dilakukan secara menyeluruh maka langkah berikutnya mengkaji kerangka kurikulum yang dilakukan oleh para ahli kurikulum dan profesional lainnya. Produk dari langkah-langkah ini adalah dokumen kurikulum yang siap untuk diimplementasikan dan didesiminasikan.
e. Melakukan implementasi dan desiminasi

(sumber : https://srilestarilinawati.wordpress.com/) 
Dalam langkah ini dilakukan penerapan dan penyebarluasan program ke daerah dan sekolah-sekolah dan dilakukan pendataan tetang kesulitan serta permasalahan yang dihadapi guru-guru di lapangan. Oleh karena itu perlu diperhatikan tentang persiapan dilapangan yang berkaitan dengan aspek-aspek penerapan kurikulum. Pengembangan kurikulum realitas dengan pelaksanaannya, yaitu melalui pengujian terlebih dahulu oleh staf pengajar yang profesional. Dengan demikian, model ini benar-benar memadukan teori dan praktek. 
Tanggung jawab tahap ini dibebankan pada administrator sekolah. Penerapan kurikulum merupakan tahap yang ditempuh dalam kegiatan pengembangan kurikulum. Pada tahap ini harus diperhatikan berbagai masalah : seperti kesiapan tenaga pengajar untuk melaksanakan kurikulum di kelasnya, penyediaan fasilitas pendukung yang memadai, alat atau bahan yang diperlukan dan biaya yang tersedia, semuanya perlu mendapat perhatian dalam penerapan kurikulum agar tercapai hasil optimal. 

Monday, 1 March 2021

Curricular Innovation in Chemistry

Rabu, 24 Februari 2021 saya berkesempatan hadir secara virtual dalam acara Chemistry Education Webinar dengan  tema “Curricular Innovation in Chemistry”. Acara ini diadakan oleh Program Studi S1 Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang menjadi tempat saya berkuliah. Pembicara dalam acara ini adalah Prof. Dr. Claudia Bohrmann-Linde, seorang profesor dalam bidang Pendidikan Kimia dari Universitas Wuppertal di Jerman. 
Pemaparan materi diawali dengan penjelasan mengenai sistem pendidikan di Jerman. Jeman yang merupakan negara federal terbagi menjadi 16 negara bagian. Sistem pendidikan ditentukan oleh masing-masing negara bagian. Rancangan kurikulum pendidikan dipaparkan oleh kepala komite dalam sebuah konferensi kementerian pendidikan. Pendidikan formal di Jerman terdiri atas primary school (grade 1-4, usia 6 tahun), secondary education (grade 5-10 atau grade 5-12/13) dan abituar (setelah 12 or 13,diperlukan sebelum masuk universitas). Materi kimia didapatkan pada saat kelas 7 atau 8 dengan durasi 2 jam/ minggu. Pada saat kelas 10, durasi belajar kimia adalah 6 jam/ minggu. Materi kimia disampaikan secara perlahan dan dimulai dari dasar. Pada tingkatan kelas paling bawah atau pada saat siswa baru saja mendapatkan pelajaran kimia, mereka disajikan fenomena-fenomena dalam kegiatan sehari-hari yang berhubungan dengan ilmu kimia contohnya membuat kue. Kemudian rumus kimia disajikan tidak dalam bentuk rumus lengkap namun dijelaskan dalam kata-kata contohnya atom hidrogen dapat bereaksi dengan atom oksigen kemudian menghasilkan molekul air. Penjelasan dilakukan dengan sangat sederhana sehingga siswa dapat lebih mudah memahami konsep dasar kimia. Kemudian di kelas atas siswa diberikan materi yang lebih kompleks.Kimia merupakan materi yang berhubungan dengan fenomena shari-hari namun seringkali abstrak karena mempelajari hal-hal yang tidak bisa secara langsung kita sentuh. Oleh karena itu, pendekatan eksperimen diperlukan dalam kegiatan pembelajaran kimia. 
Prof Claudia dalam proyeknya merancang pembelajaran kimia berbasis eksperimen terutama dalam materi yang berhubungan dengan energi misalnya elektrokimia. 
Penelitian Prof. Claudia fokus pada topik-topik yang berkaitan dengan Energi dan Konversi Energi. Hal yang mendasari pemilihan topik ini adalah karena energi merupakan hal yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia sehingga siswa perlu mempelajarinya agar mereka dapat menciptakan inovasi-inovasi dalam pengolahan energi. Pembelajaran kimia tentang energi ini diwujudkan dengan cara pelaksanaan eksperimen antara lain : Menggunakan sinar matahari dalam sel surya, membuat energi panas (termal), kristal cair dan tampilannya, fuel cell, penggunaan LED, dan penggunaan sumber daya yang berkelanjutan.
Penyampaian materi tentang konversi energi dilakukan mulai dari dasar yaitu bentuk-bentuk energi, konservasi energi, dan konversi energi. Setelah itu disampaikaan materi yang lebih kompleks yaitu konversi dalam solar sel yang dilakukan juga praktikum dengan bahan-bahan dan alat yang mudah didapat.
Kemudian pada materi tentang fuel sel , siswa diberikan pemahaman bahwa fuel sel adalah konversi energi dari energi kimia menjadi energi listrik. 
Topik lain terkait konversi energi yang sangat dekat dalam kehidupan sehari-hari adalah fotosintesis dimana tumbuhan melakukan kegiatan fotosintesis untuk mengolah makanan dengan energi yang dikonversi dari energi cahaya matahari.Dalam fotosintesis terjadi reaksi redoks dan transfer elektron. Siswa lebih mudah memahami hal ini karena fotosintesis sudah mereka ketahui sejak bangku sekolah dasar. Pada materi ini Prof.Claudia merancang eksperimen yaitu ‘botol bercahaya biru’. 
Prof. Claudia mengajak siswa melakukan eksperimen tentang sel fotogalvanic dengan pendekatan yang sangat menarik minat siswa yaitu perangkat elektronika yang digunakan dibentuk menyerupai kumbang atau kunang-kunang yang dapat menyala cahaya. Dalam eksperimen ini, bahan yang digunakan yaitu silikon sebagai semikonduktor sensistif terhadap cahaya dapat diganti menjadi titanium oksida yang lebih ditemukan oleh guru kimia di sekolah. 
Inovasi yang dilakukan Prof.Claudia sangat bermanfaat bagi guru maupun calon guru yang akan melaksanakan pembelajaran kimia berbasis eksperimen. Sehingga diharapkan inovasi beliau dapat segera diadopsi dan diaplikasikan dalam pembelajaran kimia di sekolah. 


Noumi Campbel
K3318054
Kelas B
Mata Kuliah : Telaah Kurikulum Kimia 2021

Tuesday, 20 October 2020

Teknik Sampling Limbah Cair Menurut SNI 6989.59:2008

Air merupakan kebutuhan bagi masyarakat.Air digunakan untuk berbagai kebutuhan, salah satunya untuk konsumsi.Untuk memastikan air yang digunakan aman bagi manusia maka perlu dilakukan pengujian kualitas air.
Sebelum dilakukan pengujian kualitas air, perlu dilakukan pengambilan sampel limbah cair terlebih dahulu dengan teknik sampling. Teknik sampling limbah cair dilakukan untuk mengambil sampel air guna keperluan pengujian sifat fisika dan kimia air limbah. Pengujian kualitas air dengan teknik sampling ini merupakan salah satu cara untuk mengetahui seberapa besar pencemaran yang terjadi di suatu lingkungan terutama perairan sehingga dapat dilakukan pencegahan, pengurangan, dan penanganan pencemaran.
Sebagai patokan dalam pengambilan contoh air limbah,maka pemerintah membuat pedoman pengambilan contoh air limbah yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 1988 tentang Baku Mutu Air dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 37 Tahun 2003 tentang Metoda Analisis Kualitas Air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air Permukaan, maka dibuatlah Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Air dan air limbah – Bagian 59: Metode pengambilan contoh air limbah.
Menurut SNI 6989.59:2008 metode pengambilan contoh air limbah dimulai dari alat pengambilan sampel, lokasi dan titik pengambilan sampel, serta waktu pengujian yang telah dirangkum dalam tiga peta konsep dibawah ini :

1. Alat Pengambilan Sampel


2. Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel


3. Waktu Pengujian



Wednesday, 7 October 2020

TUGAS 2 KIMIA LINGKUNGAN REVIEW PAPER AIR LIMBAH


IDENTITAS PAPER


Judul : Teknologi Pengolahan Limbah Cair Batik dengan IPAL BBKB sebagai Salah Satu Alternatif Percontohan bagi Industri Batik

Penulis : Lilin Indrayanti

Tahun : 2019


Teknologi Pengolahan Limbah Cair Batik dengan IPAL BBKB Sebagai Salah Satu Alternatif Percontohan bagi Industri Batik

A. Latar Belakang
Latar belakang dari jurnal ini adalah meningkatnya minat masyarakat dan perkembangan mode batik, menyebabkan batik diproduksi hingga skala besar (industri). Produksi skala besar ini menjadi salah satu dampak negatif adanya limbah batik khususnya limbah cair yang berasal dari proses pewarnaan, pencucian dan pelepasan malam (pelorodan). Apabila limbah dibuang di lingkungan tanpa adanya proses pengolahan limbah terlebih dahulu, maka dapat mencemari lingkungan karena adanya zat-zat pencemar yang kadarnya melebihi baku mutu. Balai Besar Kerajinan dan Batik ( BBKB) menyediakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang berfungsi untuk mengolah limbah batik dari hasil kegiatan pelatihan dan penelitian. Berdasarkan data BBKB, kegiatan produksi batik dilakukan pada kegiatan pelatihan dan penelitian selama tahun 2016 menghasilkan sekitar 500 m2 kain batik. Menurut Clean Batik Initiative (CBI) tahun 2013, penggunaan air dalam proses produksi batik diperkirakan rata-rata 50 liter per m2 kain batik. Maka dapat disimpulkan bahwa produksi limbah cair yang dihasilkan oleh BBKB kurang lebih sekitar 25.000 liter per tahun. Oleh karena itu, diperkenalkan suatu sistem pengolahan limbah batik sebagai solusi masalah pengolahan limbah bagi IKM batik untuk mengolah limbah sebelum dibuang. Pengolahan pada IPAL BBKB menggunakan kombinasi proses fisika, kimia dan biologi. Dengan proses-proses tersebut, diharapkan dapat menurunkan kadar pencemar pada limbah cair sehingga memenuhi baku mutu.

B. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan data pengoperasian IPAL Batik berupa limbah cair dari Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB). Data diambil setiap triwulan dalam kurun waktu 1 tahun selama 2018. Alat-alat yang digunakan dalam proses penelitian yaitu pH meter, wadah penampung limbah cair batik, label dan alat tulis. Pengujian sampel dilakukan di laboratorium lingkungan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL), Kementerian Kesehatan, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan standar Peraturan Daerah DIY Nomor 7 Tahun 2016 tentang baku mutu air limbah bagi industri batik.

Parameter yang digunakan dalam pengujian sampel yaitu parameter pH dan suhu, BOD (Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxsigen Demand), TSS (Total Suspended Solid), TDS (Total Dissolved Solid), phenol dan krom total, amonia total (NH3-N),  sulfida (S), serta parameter minyak dan lemak.Selanjutnya hasil pengujian sampel dilakukan perhitungan mengenai efektifitas tiap tahapan pengolahan limbah batik yaitu dengan rumusan :

 E= ((C1-C0)/C1 X 100%

Dimana :

E = Efesiensi pengolahan

C1 = Konsentrasi setelah pengolahan

C0 = Konsentrasi sebelum pengolahan


C. Pengolahan Limbah Cair

Pengolahan limbah cair dari industri batik di BBKB yaitu menggunakan pengolahan fisika (sedimentasi), kimia (koagulasi dan flokulasi), dan biologi (penguraian dengan bakteri anaerob), dilanjutkan dengan pengolahan fisika-kimia dengan adsorbsi arang. Sistem pengolahannya yaitu :


  • Penangkap limbah lilin batik

Merupakan bak penampung lilin batik dimana limbah yang mengapung dan mengendap diolah kembali menjadi lilin. Selain itu bak ini juga berfungsi untuk menangkap padatan inorganik seperti pasir, tanah, dan lain-lain.

  • Bak Ekualisasi dan Sedimentasi awal

Bak ekualisasi dan sedimentasi awal digunakan untuk meratakan kandungan organik maupun anorganik, mengendapkan padatan organik dalam air limbah, dan sebagai bak tandon.

  • Bak pengolahan kimia (coagulation and mixing tank)

Bak pengolahan kimia dilengkapi dengan peralatan pengaduk (mixer) otomatis untuk menjaga homogenitas limbah. Proses pengolahan limbah pada bak ini meliputi tiga tahap ini yaitu netralisasi untuk menetralkan pH limbah, kemudian koagulasi dengan penambahan koagulan seperti tawas dan flokulasi untuk menstabilkan koloid dan padatan tersuspensi.

  • Bak Pengering Lumpur (Sand bed dryer)

Bak pengering terdiri dari pasir kasar pada bagian atas dan tumpukan batu pada bagian bawah (kurang lebih 10 cm). Bak ini digunakan untuk mengeringkan lumpur yang dihasilkan dari proses koagulasi dan flokulasi.

  • Pengolahan secara biologi pada kondisi anaerob

Pengolahan ini menggunakan teknologi Anaerobic Filter yang terdiri dari 2 buah bak anaerobic filter dan di dalamnya terdapat biofilm.

  • Pengolahan fisika-kimia dengan adsorbsi arang

Pada pengolahan ini digunakan absorben arang kayu atau arang batok kelapa, dengan bentuk blok 5 cm yang berfungsi untuk mengikat logam berat dan zat pewarna.

  • Bak kontrol

Bak kontrol digunakan untuk memudahkan pengambilan sampel air limbah akhir untuk pengujian kualitas  air limbah sebelum dibuang ke lingkungan.

  • Sumur resapan

Limbah yang telah diproses dibuang ke alam melalui sumur resapan.

D. Limbah Cair

Sumber limbah cair

Untuk pengujian diambil limbah batik dari kegitan  penelitian da  kegiatan pelatihan di BBKB. Sumber limbah cair ini punya karakteristik yng hampir sama dengan limbah yang dihasilkan IKM batik, yang berasal dari proses produksi batik. Dslam limbah terkandung berbagai macam zat, yakni sisa malam(lilin), zat pewarna (sintetis atau zat alam pelarut), garam-garaman, fiksator dan lain-lain. Jenis zat warna yang paling sering digunakan di BBKB yakni zat warna sintetis(pewarna naftol dan indigosol) dan zat warna alam, sehingga perlu dilakukan pengolahan terhadap limbah ini supaya tidak mencemari lingkungan.

Karakteristik limbah cair

Karakteristik limbah cair industri batik adalah berwarna keruh, berbusa, pH tinggi, konsentrasi BOD dn COD tinggi serta ada kandungan minyak dan lemak. Berdasarkan proses industri batik, limbah cair memiliki karakteristik:

  1. Karakteristik fisika yang meliputi padatan terlarut (suspended solids, bau, temperatur dan warna.
  2. Karakteristik kimia meliputi derajat keasaman (pH), konduktivitas dan kesadahan.
  3. Karakteristik biologi mikroorganisme termasuk bakteri, BOD, COD dan partikel-partikel halus organik.
E. Analisis Parameter Pencemar Limbah Cair Industri Batik

Parameter pH dan suhu

Parameter pH dan suhu merupakan indikator bagi keberlangsungan proses penguraian oleh mikroorganisme di dalam suatu sistem reaktor sehingga kedua parameter ini termasuk parameter pendukung yang penting untuk dianalisis. Pada tahap pengolahan tidak ada proses yang mengakibatkan turun atau naiknya nilai pH sehingga nilai pH tidak mengalami perubahan signifikan. Selain itu nilai pH juga telah memenuhi baku mutu yang ditetapkan yaitu 6 s/d 9. Pada tabel hasil pengujian parameter pencemaran limbah cair industri batik, nilai L3 yakni uji limbah cair setelah koagulasi, mengalami penurunan pH karena terjadi penambahan tawas yang bersifat asam. Namun, meski turun nilai pH masih netral. Untuk parameter suhu pada tabel 1 menunjukkan suhu untuk L1 sampai L4 adalah sama yaitu 29,1 °C. Hal ini menunjukkan bahwa nilai suhu tidak berpengaruh pada tahapan pengolahan sehingga nilainya selalu sama. Nilai suhu tersebut masih termasuk dalam rentang suhu optimum yaitu 24°C sampai 35°C. Proses Anaerob umumnya lebih sensitif pada suhu 25°C sampai 35°C.

Parameter BOD (Biological Oxygen Demand)

Parameter BOD cenderung menurun pada tiap tahapan pengolahan. Nilai efektivitas pengolahan limbah terhadap penurunan BOD pada proses sedimentasi, koagulasi dan flokulasi, serta proses biologi berturut-turut sebesar 91,21 %; 38,88 % dan 76,36 %. Hal ini menunjukkan pengolahan limbah dengan proses sedimentasi dan proses biologi secara anaerob lebih efektif dibandingkan proses koagulasi dan flokulasi untuk menurunkan kadar BOD dalam limbah batik. Pengambilan sampel dalam proses sedimentasi diambil pada bak tandon. Limbah ditarik dari bak sedimentasi ke bak tandon dengan menggunakan pompa sehingga memungkinkan masuknya oksigen pada proses ini. Hal ini menyebabkan penurunan nilai BOD signifikan pada proses sedimentasi. Sedangkan secara biologis kemampuan filter anaerob limbah dikontakkan dengan bakteri yang bekerja untuk menguraikan senyawa-senyawa organik (misalnya senyawa azo) menjadi senyawa yang lebih sederhana. Hal ini menyebabkan kebutuhan oksigen untuk proses penguraian senyawa juga akan berkurang.

Parameter COD (Chemical Oxygen Demand)

Hasil pengujian parameter pencemar limbah cair untuk COD menunjukkan bahwa parameter COD cenderung menurun pada tahap pengolahan limbah. Pada tabel 2 menunjukkan bahwa dalam proses pengolahan limbah secara biologi yakni pemanfaatan bakteri anaerob, efektivitas COD cukup tinggi yakni sebesar 75%. Penyebabnya yaitu kemampuan bakteri dalam menguraikan zat pencemar dalam limbah. Kemudian hasil pengujian pada tahap akhir menunjukkan nilai COD sebesar 66 mg/l. Nilai ini di bawah kadar maksimum yang diperbolehkan untuk limbah batik yaitu 100 mg/l. Artinya parameter COD pada limbah batik BPKB telah diolah dengan aman untuk lingkungan.

Parameter TSS (Total Suspended Solid)

TSS (Total Suspended Solid) menyatakan konsentrasi padatan yang tersuspensi dalam limbah cair.Berdasarkan hasil pengujian, nilai TSS teringgi pada limbah awal yaitu pada L1 yaitu pada bak penangkap lilin yang merupakan tempat pengendapan (sedimentasi). Saat limbah panas didinginkan di bak penampang lilin sekaligus terjadi pengendapan.Benda yang massa jenisnya lebih besar dari air akan tenggelam dan yang lebih kecil massa jenisnya dari air akan mengapung, misalnya lemak dan minyak. Lilin (malam) batik akan mengapung, zat padat lainnya akan tenggelam. Limbah cair pada bagian tengah pada bak penangkap lilin yang berwarna lebih jernih akan mengalir ke bak sedimentasi dan proses pengendapan yang sama akan berlangsung pada bak tersebut. Pada tahapan ini limbah partikel padatan dalam limbah cair hampir seluruhnya sudah mengendap dengan bantuan koagulan sehingga limbah sudah jernih.

Parameter TDS (Total Dissolved Solid)

TDS (Total Dissolved Solid) merupakan banyaknya zat padat terlarut di dalam air limbah yang berukuran sangat kecil dan dapat dipisahkan dengan filter. Berdasarkan hasil pengujian didapatkan nilai TDS dalam sampel limbah tergolong kecil atau dibawah kadar maksimum. Pada setiap tahapan pengolahan limbah, TDS menunjukkan penurunan konsentrasi. Dalam prosesnya, efektivitas tertinggi yaitu pada pengolahan biologi dengan menggunkana bakteri anaerob yang dapat menguraikan padatan.

Parameter Phenol dan Krom Total

Fenol adalah polutan yang berbahaya dan bersifat toksik.Fenol terdapat pada alkohol yang digunakan untuk meluruhkan sisa lilin batik. Setelah pengujian, kadar fenol jauh lebih rendah dari ambang batas maksimum.Selain fenol ada juga krom total yang biasanya terdapat dalam pewarna sintetis batik. Kandungan krom total amat kecil dan tidak ada perubahan nilai pada tiap tahapan pengolahan. Hal tersebut terjadi kemungkinan nilai krom total tersebut memang dibawah nilai ralat alat sehingga batasan nilai yang dapat dideteksi adalah pada batas nilai tersebut. Sehingga pada tabel 2 nilai efektifitas pengolahan limbah untuk parameter krom tidak bisa terdeteksi.

Parameter Amonia Total (NH3-N)

Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Amonia pada industri batik terdapat pada proses penggunaan nitrit sebagai garam pada zat pembantu dalam proses pewarnaan zat sintetis.Nilai amonia total setelah pengujian sangat kecil dibandingkan baku mutu lingkungan.

Parameter Sulfida

Sulfida  adalah  suatu anion anorganik dari belerang  (atau  sulfur) dengan  rumus  kimia S2−. Senyawa  ini  tidak memberi  warna  pada  garam  sulfida.  Oleh  karena  diklasifikasikan  sebagai basa  kuat,  larutan  encer  garamnya seperti natrium  sulfida (Na2S)  bersifat  korosif  dan  dapat menyerang  kulit. Garam  sulfida  seringkali  merupakan  campuran  untuk  zat  pembantu dalam pembuatan batik dengan menggunakan zat pewarna sintetis. Pada  tabel 1 nilai parameter sulfida cukup  tinggi melebihi baku mutu  lingkungan. Dari  tabel 2 menunjukkan  tahapan pengolahan proses koagulasi dan flokulasi (kimia) yang paling efektif untuk menurunkan kadar pencemar sulfida.

Parameter Minyak dan Lemak

Minyak dan  lemak membentuk  ester  dan  alkohol.  Lemak  tergolong  pada  bahan  organik  yang  tetap  dan  tidak mudah untuk  diuraikan  oleh  bakteri.  Terbentuknya  emulsi  air  dalam  minyak  akan  membuat  lapisan  yang  menutupi permukaan air dan dapat merugikan, karena penetrasi sinar matahari ke dalam air berkurang serta lapisan minyak menghambat pengambilan oksigen dari udara menurun. Untuk air  sungai kadar maksimum minyak dan  lemak adalah  sebesar   1 mg/l. Minyak dapat  sampai ke  saluran air  limbah,  sebagian besar minyak  ini mengapung di dalam air limbah, akan tetapi ada juga yang mengendap terbawa oleh lumpur. Pada  tabel 1 nilai parameter minyak dan  lemak cukup  tinggi melebihi baku mutu  lingkungan.   Dari  tabel 2 menunjukkan  tahapan pengolahan yang paling efektif untuk menurunkan kadar pencemar minyak dan lemak adalah tahapan pengolahan limbah secara biologi.

F. Kesimpulan

Hasil  pengujian  terhadap  sampel  limbah  pada  beberapa  tahapan  pengolahan  hampir  semua  mengalami penurunan  kadar  pencemar.  Pada  sampel  akhir  limbah  sebelum  dibuang  ke  lingkungan  nilai  kadar pencemar di bawah  nilai  baku mutu  limbah  cair bagi  industri batik  ditetapkan oleh pemerintah  sehingga dikatakan limbah hasil pengolahan IPAL BBKB aman terhadap lingkungan. Sedangkan hasil  perhitungan  tingkat  efektifitas  pengolahan  limbah  pada  IPAL  BBKB  yang  terbesar  yaitu  tingkat pengolahan secara biologi.


G. SUMBER

Indrayanti, Lilin. (2019). Teknologi Pengolahan Limbah Cair Batik dengan IPAL BBKB sebagai Salah Satu Alternatif Percontohan bagi Industri Batik. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”. ISSN 1693-4393.

H. PERTANYAAN DAN JAWABAN

1. Kenapa endapan limbahnya diolah kembali menjadi lilin? Jika diolah kembali tapi selain menjadi lilin apakah bisa? Contohnya apa ? (Djihan).

Jawab :

Endapan limbah diolah menjadi lilin karena limbah tersebut merupakan limbah dari pencucian lilin batik sehingga endapan dan zat yang mengapung merupakan komponen dari lilin batik itu sendiri dan sisanya adalah air untuk mencuci yang mengandung zat-zat pencemar. Sehingga endapan dan zat yang mengapung tersebut hanya dimanfaatkan kembali untuk menjadi lilin. Dimana endapan lilin dijernihkan kemudian digunakan kembali untuk membatik yang bertujuan untuk menghemat biaya produksi.

2. Pada pengolahan fisika kimia digunakan adsorben arang, apakah kelebihan dan kelemahan dari absorben arang ini ? Dan bisakah diganti dengan adsorben lain ? (Elisabeth).

Jawab :

Kelebihan dan Kekurangan Absorben Arang

a. Kelebihan

· Arang aktif memiliki volume mikropori dan mesopori yang relatif lebih besar sehingga memiliki luas permukaan yang besar, dengan demikian sangat memungkinkan untuk menjerap adsorbat dalam jumlah banyak.

· Arang aktif sangat mudah untuk didapatkan dan harganya terjangkau.

· Bahan arang aktif murah dan tersedia banyak seperti sekam padi, tempurung kelapa, tempurung kemiri dan serat kayu.

· Arang aktif dapat dibuat sendiri.

b. Kekurangan

· Penggunaan karbon aktif terbatas hanya untuk limbah cair yang mengandung beberapa senyawa dan beberapa jenis logam berat saja.

· Pengolahan air limbah tidak bisa hanya dengan metode adsorpsi saja karena metode adsorpsi merupakan jenis metode tersier treatment.

Proses pengaktifan arang meliputi dehidrasi, karbonisasi, dan aktivasi.

a. Dehidrasi

Dehidrasi adalah proses pengurangan/penghilangan air yang terkandung dalam bahan dasar pembuat karbon aktif, hal ini bertujuan untuk menyempurnakan proses karbonisasi yang biasanya diproses dengan cara menjemur bahan baku tersebut dibawah sinar matahari langsung atau mengeringkannya dalam oven sampai diperoleh berat yang diinginkan.

b. Karbonisasi

Karbonisasi atau pengarangan merupakan proses pemanasan pada suhu tertentu dari bahan organik dengan jumlah oksigen sangat terbatas yang biasanya dilakukan dalam tanur. Tujuannya yaitu untuk menghilangkan zat yang mudah menguap (volatile matter) yang terkandung dalam bahan dasar. Dalam prosesnya terjadi penguraian senyawa organik yang menyusun struktur bahan membentuk air, uap asam asetat, tar-tar, dan hidrokarbon. Karbonisasi terjadi beberapa tahap yang meliputi penghilangan air atau dehidrasi, penguapan selulosa, penguapan lignin, dan pemurnian karbon. Pada suhu pemanasan sampai 400°C terjadi penghilangan air, penguapan selulosa, dan penguapan lignin, sedangkan untuk proses pemurnian karbon terjadi pada suhu 500-800°C. Dari proses tersebut menghasilkan material padat yaitu karbon dalam bentuk arang dengan pori-pori sempit.

c. Aktivasi

Aktivasi adalah bagian dalam proses pembuatan karbon aktif yang bertujuan untuk membuka, menambah atau mengembangkan volume pori dan memperbesar diameter pori yang telah terbentuk pada proses karbonisasi. Melalui proses aktivasi karbon aktif akan memiliki daya adsorpsi yang semakin meningkat, karena karbon aktif hasil karbonisasi biasanya masih mengandung zat yang masih menutupi pori-pori permukaan karbon aktif. Pada proses aktivasi karbon aktif akan mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia sehingga dapat berpengaruh terhadap daya adsorpsi.

Aktivasi secara kimia biasanya menggunakan bahan-bahan pengaktif seperti garam kalsium klorida (CaCl2), magnesium klorida (MgCl2), seng klorida (ZnCl2), natrium hidroksida (NaOH), natrium karbonat (Na2CO3) dan natrium klorida (NaCl). Selain garam mineral biasanya digunakan ialah berbagai asam dan basa organik seperti asam sulfat (H2SO4), asam klorida (HCl), asam hipoklorit (HClO), kalium hidroksida (KOH), dan natrium hidroksida (NaOH). Sedagkan proses aktivasi dengan cara fisika dapat dilaksanakan dengan menggunakan gas nitrogen, gas oksigen, gas karbon dioksida, dan air. Gasgas tersebut berguna untuk memperbesar struktur rongga yang terdapat pada arang sehingga dapat meningkatkan luas permukaan arang/karbon.

3. Pada penangkap limbah lilin batik, limbah tersebut diolah kembali menjadi lilin. Apakah jika lilin tersebut digunakan hasilnya akan sama dengan lilin yang bukan dari limbah? Lalu mengapa banyak pembuat batik yang membuang limbahnya secara sembarangan padahal limbah tersebut dapat diolah kembali menjadi lilin? (Nur Azizah).

Jawab :

Limbah lilin yang telah diolah hasilnya sama dengan lilin yang masih baru hal ini dikarenakan lilin sudah dimurnikan dan dipisahkan dari pengotornya.Namun masih banyak pengrajin batik yang membuang limbah lilin karena kurangnya pengetahuan akan pengolahan limbah lilin batik dan tidak memiliki alat IPAL.

4. Bagaimana cara pengolahan limbah yang paling efektif? (Poppy).

Jawab :

Cara pengolahan limbah yang paling efektif dalam artikel penelitian terssebut yaitu pengolahan limbah secara biologi karena pada tabel efektivitas tahapan pengolahan limbah terhadap penurunan atau peningkatan parameter pencemar, pengolahan limbah secara biologi efektifitasnya paling besar yakni 32,67%.

5. Dalam sistem pengolahan terdapat bak pengolahan kimia yang terdiri dari 3 tahap , salah satunya netralisasi pH limbah , lalu bahan apa yang digunakan untuk menetralisasi dan alat apa yang digunakan untuk menguji netralisasi pH limbah ? (Sesil).

Jawab :

Untuk menetralisir limbah dilakukan penambahan asam jika air limbah bersifat basa dan sebaliknya jika air limbah bersifat asam maka perlu diberi basa untuk jadi netral (pH = 7).

Alat untuk mengukur pH limbah dapat digunakan pH meter. Dimana pada beberapa IPAL indikator pH menjadi satu dengan bak pengolahan kimia, sehingga pH-nya dapat langsung terbaca. 


Nama : Noumi Campbel

NIM : K3318054

Kelas : B


Anggota Kelompok 6 :

  1. Agustin Wulandari (K3318002)

  2. Atalanisa Laviola Yuniatama (K3318010)

  3. Lutfiya Tamami A.H. (K3318042)

  4. Noumi Campbel (K3318054)

  5. Nurul Afifah (K3318058)